Rabu, 31 Desember 2014

Masalah dan Rasa Sakit

Disiplin adalah seperangkat peralatan dasar yang kita perlukan untuk mengatasi permasalahan dalam "belajar bisnis forex". Tanpa disiplin, kita tidak dapat memecahkan dan menyelesaikan apa pun. Dengan hanya menerapkan sejumlah disiplin, maka kita hanya bisa memecahkan sebagian permasalahan saja. Kita baru bisa memecahkan semua permasalahan ketika kita mampu berdisiplin secara total.

Hal yang membuat "belajar bisnis forex" menjadi sulit adalah karena proses untuk menghadapi berbagai permasalahan dianggap sebagai sesuatu yang menyakitkan.

Sumber: Cuplikan dari bukunya M. Scott Peck - The Road Less Travelled. Halaman 3-8.
Situs: http://www.berdagangvalasonline.com/mental_psychology/masalah_dan_ rasa_sakit.html

Hidup itu sulit. Itu adalah sebuah kebenaran luar biasa, dan salah satu kebenaran terbesar. Begitu kita mengakui kebenaran ini, maka sehenarnya kita telah bisa mengatasi kesulitan itu. Begitu kita benar-benar memahami dan menerima bahwa hidup itu sulit, maka hidup menjadi lebih mudah untuk dijalani. Sebab, kita telah bisa menerima fakta tersebut sehingga hal itu tidak lagi menjadi masalah.

Namun demikian, banyak orang tidak melihat kebenaran ini secara utuh. Justru mereka hampir selalu mengeluhkan - secara terang-terangan atau tidak - masalah, hambatan, dan kesulitan hidup. Seolah-olah hidup itu biasanya mudah, seolah-olah hidup itu seharusnya mudah. Mereka menyuarakan keyakinan bahwa kesulitan yang mereka alami telah menjadi simbol dari bentuk rasa sakit tersendiri. Suatu hal yang seharusnya tidak terjadi dan menimpa mereka, ataupun menimpa keluarga, suku, kelas, negara, ras, bahkan spesies mereka. Saya sangat memahaminya, karena saya pun pernah mengeluh.

Hidup adalah serangkaian masalah. Namun, apakah kita ingin mengeluhkan atau memecahkan masalah? Apakah kita ingin mengajari anak-anak kita untuk memecahkan permasalahan hidup?

Disiplin adalah seperangkat peralatan dasar yang kita perlukan untuk mengatasi permasalahan hidup. Tanpa disiplin, kita tidak dapat memecahkan dan menyelesaikan apa pun. Dengan hanya menerapkan sejumlah disiplin, maka kita hanya bisa memecahkan sebagian permasalahan saja. Kita baru bisa memecahkan semua permasalahan ketika kita mampu berdisiplin secara total.

Hal yang membuat hidup menjadi sulit adalah karena proses untuk menghadapi berbagai permasalahan dianggap sebagai sesuatu yang menyakitkan. Berbagai masalah - tergantung pada karakternya - menimbulkan frustrasi, kesedihan, kedukaan, kesepian, rasa bersalah, penyesalan, kemarahan, ketakutan, kekhawatiran, penderitaan, atau depresi. Ini adalah perasaan yang tidak menguntungkan dan tidak menyenangkan. Sakitnya terasa sama seperti rasa sakit di bagian tubuh mana pun, bahkan terkadang serupa dengan rasa sakit yang paling parah. Sebenarnya, rasa sakit dalam diri kita yang ditimbulkan oleh peristiwa atau konflik itulah yang membuat kita menyebutnya sebagai masalah. Dan, karena hidup memiliki serangkaian masalah tanpa akhir, maka hidup selalu sulit dan dipenuhi oleh rasa sakit, seperti juga dipenuhi oleh suka cita.

Namun, dalam keseluruhan proses penemuan dan pemecahan masalah inilah hidup memiliki maknanya. Masalah adalah keuntungan menyakitkan yang membedakan antara keberhasilan dan kegagalan. Masalah menimbulkan keberanian dan kebijaksanaan kita. Sebenarnya masalah menciptakan keberanian dan kebijaksanaan bagi kita. Itu karena dengan masalah, kita berkembang secara mental dan spiritual. Ketika kita ingin mendukung perkembangan jiwa manusia, kita menantang dan mendukung kapasitas manusia untuk memecahkan masalah. Di sekolah, misalnya, kita secara sengaja membuat suatu masalah untuk dipecahkan oleh anak didik kita. Kita belajar melalui rasa sakit karena harus menghadapi dan memecahkan masalah.

Oleh karena itu, orang bijak belajar untuk tidak takut, tetapi benar-benar menerima masalah dan rasa sakit yang ditimbulkan oleh masalah.

Banyak dari kita yang tidak terlalu bijak karena memiliki ketakutan terhadap rasa sakit. Banyak dari kita berusaha untuk menghindari masalah. Kita menunda, berharap bahwa masalah itu akan hilang. Kita mengabaikan masalah, melupakan masalah, dan berpura-pura tidak ada masalah. Kita bahkan mengonsumsi obat-obatan untuk membantu mengabaikan masalah. Dengan mematikan rasa sakit kita, kita dapat melupakan masalah yang menimbulkan rasa sakit. Kita lebih memilih menghindari masalah, bukan menghadapinya secara langsung. Kita berusaha untuk lari dari masalah, daripada mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh masalah.

Kecenderungan untuk menghindari masalah dan penderitaan emosi yang secara alamiah terkandung dalam masalah adalah dasar utamadaripenyakit mental sebagian besar umat manusia. Oleh karena sebagian besar dari kita memiliki kecenderungan ini, banyak dari kita yang menderita penyakit mental dan tidak memiliki kesehatan mental yang utuh. Beberapa dari kita akan berusaha untuk bergerak dalam jank yang cukup luar biasa untuk menghindari masalah dan penderitaan yang bisa ditimbulkan oleh masalah. Mereka mengambil jarak yang cukup jauh sehingga semuanya tampak jelas dan masuk akal dalam usaha menemukan jalan keluar yang mudah, membangun fantasi paling rumit dalam menjalani hidup, dan terkadang hingga benar-benar tidak melibatkan realitas.

Akan tetapi, pengganti itu pada akhirnya menjadi lebih menyakitkan daripada penderitaan logis yang ingin dihindari. Neurosis itu sendiri menjadi masalah terbesar. Seperti telah diduga, pada akhirnya, banyak orang yang akan berusaha menghindari rasa sakit dan masalah ini, serta yang membangun lapisan di atas lapisan neurosis. Namun, untungnya sejumlah orang memiliki keberanian untuk menghadapi neurosis mereka dan mulai - biasanya dengan bantuan psikoterapi - mempelajari cara menjalani penderitaan logis. Dalam kasus apa pun, ketika kita menghindari penderitaan logis yang timbul karena mengatasi masalah, maka kita juga menghindari perkembangan yang dituntut oleh masalah dari kita. Untuk alasan ini, dalam penyakit mental yang kronis, kita berhenti berkembang. Dan, tanpa penyembuhan maka jiwa manusia akan semakin menyusut.

Oleh karena itu, marilah mengisi diri kita dan anak-anak kita dengan metode pencapaian kesehatan mental dan spiritual. Yaitu, dengan mengajari diri kita dan anak-anak kita tentang kebutuhan untuk menderita dan menghargai nilai dari penderitaan itu, serta kebutuhan untuk menghadapi masalah secara langsung dan mengalami rasa sakit yang terkandung di dalamnya. Saya telah menyatakan bahwa disiplin adalah seperangkat peralatan dasar yang kita perlukan untuk mengatasi permasalahan hidup. Menjadi jelas bahwa perangkat ini adalah teknik penderitaan. Ketika kita mengajarkan disiplin kepada diri kita dan anak-anak kita, maka kita mengajari - mereka dan diri kita - cara untuk menderita dan juga cara untuk tumbuh.

Perangkat, teknik penderitaan, dan cara mengalami rasa sakit secara konstruktif yang ditimbulkan oleh suatu masalah inilah yang saya sebut sebagai disiplin.

Ada empat jenis disiplin, yaitu:
  1. Penundaan kepuasan
  2. Penerimaan ranggung jawab
  3. Dedikasi terhadap kebenaran
  4. Keseimbangan

Hal itu bukan perangkat rumit yang memerlukan pelatihan secara aktif. Sebaliknya, perangkat ini bersifat sederhana, dan bahkan anak usia sepuluh tahun pun mampu mempraktikannya. Namun demikian, para presiden atau raja yang tengah berkuasa acap kali lupa menggunakan peralatan ini, yang menjadi penyebab kelengseran mereka. Permasalahannya bukan pada kompleksitas perangkat ini, tetapi keinginan untuk menggunakannya. Hal ini terjadi karena perangkat ini melibatkan – bukan menghindari - rasa sakit, dan bila kita berusaha menghindari penderitaan logis, maka kita akan menghindari penggunaan perangkat ini. Oleh karena itu, setelah menganalisis masing-masing perangkat ini, kita pun harus menguji keinginan untuk menggunakan perangkat ini pada bagian berikutnya, yaitu bagian tentang cinta.